Selamat Prof. Dr. Drs. Ec. Slamet Riyadi, Guru Besar ke 19 Unitomo
Jajaran
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Dr. Soetomo (Unitomo)
bertambah lagi. Pada 23 Juni 2022, Prof. Dr. Drs. Ec. Slamet Riyadi, MP, MM,
dikukuhkan sebagai guru besar dalam bidang ilmu Manajemen.
Acara
pengukuhan guru besar ke 19 Kampus Kebangsaan dan Kerakyatan ini dipimpin
rektor Dr. Siti Marwiyah, SH., MH., bertempat di Auditorium Ki H. Mohammad
Saleh lantai 5 gedung F kampus Jl. Semolowaru Surabaya. Ketua Lembaga Layanan
Pendidikan Tinggi (L2Dikti) Wilayah VII Jawa Timur Prof. Dr. Ir. Suprapto, DEA
turut hadir dan menyerahkan langsung Surat Keputusan pengangkatan dosen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ini sebagai guru besar.
Meningkatkan
Daya Saing
Dalam
orasinya Slamet Riyadi menyampaikan pemikiran tentang Model dan Strategi
Meningkatkan Keunggulan Daya Saing Industri Batik Tulis Menuju Go
Internasional. Menurutnya, kontribusi industri batik terhadap perekonomian
nasional sejauh ini belum optimal.
“Nilai
ekspor industri fashion Indonesia sebelum pandemi global melanda beberapa tahun
lalu sudah mencapai hampir 20 milyar US Dollar per tahun, atau senilai hampir
4% PDB Indonesia. Dari jumlah itu, nilai ekspor industri batik sebagai salah
satu bahan baku produk pakaian jadi masih di bawah 100 juta US Dollar per
tahun, tidak sampai 1% dari total nilai ekspor industri fashion. Padahal
Indonesia memiliki ratusan sentra industri batik, dengan hampir 40 ribu unit
usaha yang menyerap hingga 200.000 tenaga kerja”, ujar Slamet.
Diantara
sentra-sentra batik yang ada di Indonesia, meski didominasi industri kecil dan
menengah (IKM), menurut Slamet, cukup banyak yang sebenarnya punya prospek
menembus pasar internasional. “Di daerah Tanjung Bumi, Bangkalan misalnya, yang
pernah saya teliti. Dari hasil analisa SWOT diketahui, positioning pelaku
industri batik tulis di wilayah ini berada di kuadran 1, yang artinya mereka
sebenarnya punya kekuatan lebih besar dibanding kelemahannya, sedang peluangnya
pun lebih besar dibanding ancaman yang dihadapi”, papar mantan wakil rektor 2
Unitomo periode 2013-2017 dan 2017-2021 ini.
Karena
itu, saran Slamet, cukup tepat jika pelaku industri batik tulis di wilayah ini
melakukan strategi yang lebih bersifat agresif melalui berbagai inovasi produk,
inovasi pewarnaan, inovasi standarisasi, inovasi pemasaran, inovasi teknologi
dan inovasi kerjasama. “Pemerintah, termasuk kalangan perguruan tinggi dan
stakeholder lain, bisa mengambil peran dalam upaya peningkatan daya saing ini
melalui berbagai program pelatihan, bantuan permodalan, kerjasama dan
sebagainya. Namun, untuk lebih menjamin kesesuaian berbagai program itu dengan
harapan dan kebutuhan mereka, maka pelaksanaannya harus dengan menggunakan
pendekatan yang lebih partisipatif, bukan top down dari atas ke bawah, tapi
bottom up dari bawah ke atas”, sarannya.